Individu, Keluarga Dan Masyarakat
Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tak terbagi. Menurut pendapat Dr. A. Lysen, kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai perseorangan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Ada tiga aspek yang saling mempengaruhi apabila salah satu aspek mengalami kegoncangan akan membawa akibat kepada aspek yang lainnya yakni, aspek organik - jasmaniah, aspek psikis – rohaniah dan aspek kebersamaan. Ketiga aspek tersebut adalah persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya yang merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan.
Secara garis besar diakui bahwa pertumbuhan itu adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju dan lebih dewasa. Perubahan ini pada lazimnya disebut dengan istilah proses. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sendiri dapat digolongkan menjadi 3 golongan.
1. Pendirian Nativistik, golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawanya sejak lahir
2. Pendirian Empiristik dan Environmentalistik, golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperanan sama sekali.
3. Pendirian konvergensi dan Interaksionisme, golongan ini berpendapat bahwa kedua faktor yaitu lingkungan dan dasar (bakat) adalah faktor yang sama-sama mempunyai peranan.
Keluarga, Ada beberapa pandangan atau angapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan antara pria dan wanita. Bahwa perkawinan yang dimaksud adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada golongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri. Namun hidup seksual itu tidak abadi sebab seksualitas manusia akan mati sebelum manusia itu sendiri mati. Hal ini kurang realistis, oleh karena itu apabila keluarga dibangun atas dasar hidup seksual, maka keluarga itu akan lebih goyah terus dan akan segera pecah setelah kehidupan seksualitas suami isti hilang.
Sedangkan menurut pendapat Alde mengenai keluarga adalah bahwa mahligai itu dibangun berdasarkan pada hasrat dan nafsu berkuasa. Namun ini juga tidak realistis sebab menurut nalar keluarga yang dibangun diatas dasar nafsu menguasai itu tidak pernah sejahtera. Padahal yang dicita-citakan adalah keluarga yang bahagia sejahtera. Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan. Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan bekehendak besana-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing- masing anggotanya.
Keluarga sendiri menurut buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara mempunyai sebuah fungsi, yaitu :
1. Pembentukan kepribadian; dalam lingkungan keluarga, para orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak-anaknya, dengan tujuan untuk memproduksi serta melestarikan kepribadian mereka dengan anak cucu dan keturuannya
2. Keluarga berfungsi sebagai alat reproduksi kepribadian-kepribadian yang berakar dari etika, estetika, moral keagamaan, dan kebudayaan yang berkolerasi fungsional dengan sebuah struktur masyrakat tertentu.
3. Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat, karena menempati posisi kunci. Keluarga adalah sebagai jenjang dan perantara pertama dalam transmisi kebudayaan.
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya. Ada beberapa pendapat dari beberapa tokoh pertama dari Drs. JBAF Mayor Polak yang menyebut masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan social terdiri atas banyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau subkelompok. Kemudian pendapat dari Prof. M.M Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangn dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Dan akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama.
Dalam pertumbuhan dan perkembangn suatu masyarakat dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju/modern.
Masyarkat sederhana, dalam lingkungan masyarakat sederhana boleh dibilang primitive pola pembagian pekerjaan cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yang dihadapi pada saat itu. Dengan latar belakang seperti itu, jelas bahwa antara sang suami dengan sang istri, terjadi pembagian kerja dengan kesepakatan yang dapat diterima oleh satu sama lain.
Masyarakat maju, masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab dipanggil dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang hendak dicapai. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan masyarakat industri.
Kelompok mayarakat non industri, kelompok ini dikelompokan lagi menjadi dua, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder :
Kelompok primer, Secara garis besar ciri-ciri dari kelompok ini adalah interaksi antara anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab, sebab para anggota kelompok sering bedialog dan bertatp muka. Sifat interaksi dari kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpatik. Pembagian pekerjaan dalam kelompok inipun lebih dititik beratkan pada kesadaran dari individu-individu masing-masing, tanpa adanya paksaan.
Kelompok sekunder, dapat diciri-cirikan antara lain, antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan oleh karena itu, sifat interaksi dan pembagian kerja antar anggota kelompok diatur atas dasar perimbangan-pertimbangan rasional, obyektif. Para anggota menerima pembagian pekerjaan atau tugas berdasarkan kemampuan, keahlian dan dedikasi tertentu yang di miliki oleh individu. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di tetapkan dalam program yang telah sama-sama disepakati.
Masyarakat Industri, Durkheim menggunakan variasi pembagian kerja sebagai dasar untuk mengklarisifikasikan masyarakat sesuai dengan taraf perkembngannya. Akan tetapi ia lebih cenderung menggunakan dua taraf klarifikasi, yaitu klarifikasi yang sederhana dan karifikasi kompleks dan masyarakat yang berada ditengah kedua ekstern tadi diabaikannya.(Soerjono Soekanto, 1982 ; 190).
Laju peryumbuhan industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih nyata, majikan sebagai pemilik modal monopoli posisi-posisi tertentu, sehingga menimbulkan konflik. Sejalan dengan kompleksitas pembagian kerja, pekerjaan menjadi tambah rumit dan terlalu khusus, akibatnya terjadi konflik-konflik yang sulit untuk dihindari, kaum pekerja berkeinginan untuk memperbaiki kondisi kerja dan upah dengan membentuk serikat-serikat kerja/serikat buruh. Disatu sisi para pemilik modal berusaha untuk sedapat mungkin menekan biaya produksi dengan cara menekan serendah mungkin upah buruh dan dengan cara mengganti tenaga manusia dengan mesin-mesin yang lebih produktif. Hal ini berakibat membawa stagnasi mental para buruh, lambat laun menjadi luntur, kebanggan memiliki keterampilan dan spesialisasi semakin meningkat. Dengan demikin, pembagian kerja semakin timpang dan tidak adil.
(Diktat MKDU, Herwantioko dan Nelje F. Katuuk, Gunadarma)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar